Senin, 25 April 2011

AKHLAQ TERCELA


AKHLAQ TERCELA


I. PENDAHULUAN

Membahas dan menghilangkan sifat-sifat tercela ini bagi mahasiswa maupun di kalangan masyarakat umum sangatlah penting, karena dengan kita mengetahui sifat-sifat ini kita dapat menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal tersebut. Ini termasuk usaha tahliyyah mengosongkan / membersihkan diri dan jiwa lebih dahulu sebelum diisi dengan sifat-sifat terpuji. Sifat tercela in adalah terjemahan dari pada bahasa arab “sifahul mazmumah”, artinya sifat-sifat yang tidak baik yang tidak membawa seseorang manusia kepada pekerjaan-pekerjaan atau akibat-akibat yang membinasakan.
Imam Ghazali menyebut sifat-sifat tercela ini dengan sifat-sifat muhkilat, yakni segala tingkah laku manusia yang dapat membawanya kepada kebinasaan, sifat-sifat yang tercela ini beliau sebut juga sebagai suatu kehinaan. Pada dasarnya sifat-sifat yang tercela dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu maksiat lahir dan maksiat batin.
Maksiat lahir adalah segala sifat yang tercela yang dikerjakan oleh anggota lahir seperti mulut, tangan, mata dan lain-lain. Sedangkan maksiat batin adalah segala sifat yang tercela yang diperbuat oleh anggota batin, yaitu hati.[1]

II. PEMBAHASAN

A. Buruk Sangka (Suuzhan)
Buruk sangka adalah merupakan suatu perbuatan yang timbulnya dari lidah, tidak ada buruk sangka terhadap seseorang, jika lidah tidak bicara / mengata-ngatai.
Sesungguhnya prasangka buruk terhadap seorang muslim disertai fakta yang benar merupakan kendaraan melalui jalan yang kasar dan aib, serta dapat menjadi wabah kemadlaratan bagi masyarakat Islam. Prasangka buruk bukanlah suatu dosa bila hanya bisikan hati sesaat dalam jiwa manusia.[2]
Prasangka dihasilkan dari perbuatan dan perkataan seseorang atau gerak gerik orang yang mendapat tuduhan tertentu dari orang lain. Biasanya prasangka timbul bila seseorang berada dalam situasi yang sulit. Secara psikologis prasangka dapat melahirkan kecenderungan hati untuk menuduh orang lain yang menganggap jelek diri kita. Oleh karena itu Nabi bersabda :
حديث ابىهريرة رضي الله عنه، انّ رسول الله صلىالله عليه وسلم قال : اِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ اَكْذَبُ الْحَدِيْثِ {رواه البخارى}
“Dari Abu Hurairah r.a bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : hendaklah kamu menjauhkan dari sangkaan”, karena sesungguhnya sangkaan itu omongan yang paling berdusta”. (HR. Bukhari).[3]
Sering kita melihat orang yang menuduh orang lain jelek, dan berusaha untuk mengintai orang lain tanpa hak, setelah meneliti dan menemukan suatu kesimpulan dia berghibah (membicarakan kejelekan) terhadap saudaranya yang muslim. Orang yang berbuat seperti itu sama saja dengan melakukan tiga dosa, yaitu dosa karena berprasangka, dosa dari menyelidiki kejelekan orang lain, dan dosa dari membicarakan kejelekan orang lain. Begitulah prasangka jelek itu akan menarik manusia berbuat dosa lebih banyak. Oleh karena itu Allah SWT melarang attjassus “mengintip-intip” dan ghibah. Setelah melarang suudzan “buruk sangka” sebagai peringatan terhadap orang Islam agar tidak menempatkan diri pada posisi yang menjurus kepada suudzan terhadap orang muslim yang adil dan terjaga dari perbuatan dosa.[4]
B. Takabur dan Tahasud
وعن عبدالله بن مسعود رضي الله عنه عن النبي صلىالله عليه وسلم قال : لاَيَدْخُلُ الْجَنَّةَ من كان فىقَلْبِهِ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ {رواه مسلم}
“Dari Abdillah ibn Mas’ud r.a dari Nabi SAW, beliau bersabda : tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sifat sombong, walaupun hanya sebesar atom”. (HR. Muslim).[5]
Takabur artinya : sombong, congkak atau merasa dirinya lebih tinggi dari orang lain, baik kedudukan, keturunan, kebagusan, petunjuk, dan lain-lain.
Takabur itu terbagi atas 2 macam yaitu :
Takabur batin : yang merupakan pekerti di dalam hati
Takabur lahir : yang merupakan kelakuan-kelakuan yang keluar dari anggota badan, kelakuan-kelakuan ini amat banyak sekali bentuknya dan oleh karena itu sukar untuk dihitung dan diperinci satu persatu.
Jelasnya ialah orang yang menghinakan saudaranya sesama muslim melihatnya dengan mata ejekan, menganggap bahwa dirinya lebih baik dari yang lain, suka menolak kebenaran, sedangkan ia telah mengetahui bahwa itulah yang sesungguhnya benar, maka jelaslah bahwa orang tersebut dihinggapi penyakit kesombongan dan mengabaikan hak-hak Allah, tidak mentaati apa yang diperintahkan olehnya serta melawan benar-benar pada zat yang maha kuasa.
Takabur itu hukumnya haram, kecuali pada 2 tempat :
1. Sombong terhadap orang yang sombong
2. Sombong diwaktu peperangan terhadap orang-orang kafir.[6]
Tahasud
عن ابى هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلىالله عليه وسلم : اِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ ياء كل الحَسَنَاتِ كَمَاتَاءْ كُلُ النَّارُ الْحَطَبَ {اخرجه ابودود}
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasul bersabda takutlah kamu terhadap akibat hasud, sebab hasud itu dapat memakan (menghilangkan) semua kebaikan, seperti makannya api terhadap kayu bakar.[7]
Hasud adalah al-munafasah “bersaing”. Perbuatan hasud ini tidak terjadi kecuali karena suatu nikmat yang diberikan Allah kepada seseorang, barang siapa yang membenci nikmat dan menginginkan hilangnya nikmat dari saudaranya Muslim maka orang itu termasuk orang yang hasud. Oleh karena itu definisi hasud adalah membenci nikmat yang diberikan Allah kepada orang lain dan menginginkan hilangnya nikmat itu, sekalipun dengan cara memberi kuasa kepada orang lain untuk menghilangkan nikmat itu.[8]
C. Membuka aib orang lain
وعن ابى هريرة رضي الله عنه انّ رسول الله صلىالله عليه وسلم قال اَتَدْرُوْنَ مَالْغِيْبَةُ؟ قالوا : اللهُ وَرَسُوْلُهُ اعلمُ : قال ذِكْرُ كَ اَخَاكَ بِمَايَكْرَهُ قَالَ اَفَرَاَيْتَ اِنَ كَانَ فِىاَخِى مَااَقُوْلُ، قَالَ : اِنْ كَانَ فِيْهِ مَاتَقُوْلُ فَقَدِاغْتَبْتَهُ، وَاِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَاتَقُوْلُ فَقَدْ بَهَتَّهُ. {رواه مسلم}
Dari Abu Hurairah r.a bahwasanya Rasulullah SAW bertanya : “Tahukah kamu sekalian, apakah menggunjing itu? Para sahabat berkata: Allah dan Rasulnya lebih mengetahui, beliau bersabda : “Yaitu bila kamu menceritakan keadaan saudaramu yang ia tidak menyenanginya. Ada seorang sahabat bertanya : bagaimana seandainya saya menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada saudaramu itu maka berarti kamu telah menggunjingnya tidak terjadi pada saudaramu, maka kamu benar-benar membohongkannya” (Riwayat Muslim).[9]
Ghibah / menggunjing adalah merupakan suatu perbuatan tercela yang timbulnya dari lidah. Ghibah dengan buruk sangka adalah suatu perbuatan yang hampir-hampir sama, hanya ada perbedaannya sedikit.
Ghibah (menggunjing) à membicarakan kejelekan orang dibelakang orangnya.
Buruk sangka à suatu anggapan tentang orang lain yang boleh jadi benar / salah dengan berdasarkan data-data yang jauh sekali dari kebenaran. Buruk sangka terhadap seseorang sangatlah dicela oleh Islam. Sebab hal ini bisa mengakibatkan pertumpahan darah, karena itu Islam menyuruh menjauhi sifat tersebut.
Buruk sangka dikatakan perkataan dusta karena dua hal : benarnya belum tentu, sedang salah lebih besar dan pasti. Seperti halnya Ghibah, keduanya mencemarkan kehormatan seseorang yang ditimpa buruk sangka.
Humazah yakni mengumpat à orang yang menusuk perasaan seseorang, melukai hati dan memburuk-burukkan orang lain.
Lumazah à penggunjing yang suka daging sesama manusia disebabkan gemar mengumpat.[10]
D. Boros
وعن عَمْرِ وبن شُعَيْبٍ عن اَبِيْهِ عن جَدِّهِ رضي الله عنهم قال : قال رسول الله صلىالله عليه وسلم كُلْ وَاشْرَبْ وَالْبَسْ وَتَصَدَّقْ فِى غَيْرِ سَرَفٍ وَلاَ مَحِيْلَةٍ. {اخرجه ابودود واحمد، وعلَّقَهُ لِلْبُخَاريّ}
Dari Amr Putra Syuaib, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata : bersabda Rasulullah SAW, makan, minum, dan berpakaianlah serta bersedekahanlah dengan tidak lebih berlebihan dan bukan tujuan sombong”. (Hadits dikeluarkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Ahmad). Imam Bukhari menyatakan ta’liqnya.[11]
Pada hakikat sesungguhnya harta benda itu adalah merupakan nikmat yang besar dari Allah SWT. Karena itu berlaku boros dan berroyal dengan harta itu hukumnya haram sebab ada nash yang mencegah hal itu. Demikian juga dihukumi dengan haram kikir membelanjakan harta benda; sebaik-baik penggunaan harta yaitu secara pertengahan dan sedang-sedang, tidak berlebih-lebihan dan berlaku kikir.
Boros / royal terhadap benda yaitu penggunaan harta benda secara berlebihan tanpa ada manfaatnya baik untuk kepentingan duniawi maupun kepentingan ukhrawi, sehingga kemanfaatan harta itu menjadi sia-sia dan tidak memberikan manfaat, misalnya membuang harta ke dalam lautan / membakarnya ke dalam api, tidak memetik buah-buahan yang telah masak di pohon sehingga ia menjadi busuk / rusak dan tidak bisa diambil kemanfaatannya.[12]

III. KESIMPULAN

Akhlak tercela dalam Islam sangat membahayakan dalam pergaulan sehari-hari. Jadi sia-sialah segala amal kebaikan apabila penyakit hati berada dalam hati kita dan akan mengganggu pula ketenangan jiwa kita. Oleh sebab itu apabila penyakit hati sudah mulai bersarang dan berkembang di dalam hati segeralah diobati dengan jalan zuhud (tidak tertarik dan mementingkan kepada keduniawian).

IV. PENUTUP

Demikianlah makalah ini kami buat, semoga dapat memberi manfaat bagi yang membacanya. Tentunya banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penulisan makalah ini baik terlebih masalah isi, untuk itu penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

AKTIVITAS BELAJAR PAI DAN KETAATAN BERIBADAH

AKTIVITAS BELAJAR PAI DAN KETAATAN BERIBADAH


I. PENDAHULUAN
Belajar adalah suatu usaha untuk mencari ilmu pengetahuan dengan cara mempelajari lewat buku-buku, menerima pelajaran di sekolah baik formal maupun non formal. Jadi dalam belajar ada suatu usaha untuk memperoleh kepandaian dan pemahaman, sehingga ada perubahan yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, yang hal itu disebabkan oleh adanya pengalaman.
Aktivitas belajar merupakan sesuatu yang harus terjadi pada manusia, baik pada masa sekarang maupun masa lampau. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas belajar sangat penting bagi manusia. Dan manusia tidak akan mempunyai pengetahuan dan keahlian jika mereka tidak pernah melakukan aktivitas belajar.
Dalam agama Islam, aktivitas belajar merupakan suatu yang wajib bagi insan, baik laki-laki maupun perempuan. Mengingat betapa pentingnya aktivitas belajar ini, sehingga wahyu yang pertama diturunkan oleh Allah Swt, kepada rasulnya adalah berkenaan dengan masalah aktivitas belajar, nabi pun baru melakukan aktivitas belajar dengan bimbingan malaikat Jibril yang berupa surat al-‘Alaq ayat 1-5 yang berbunyi :
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.(QS. Al-‘Alaq : 1-5).[1]
Dalam pandangan Islam, pendidikan bertujuan untuk mengarahkan dan membimbing pertumbuhan dan perkembangan fitrah anak didik melalui ajaran Islam menuju ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya. Hal ini berarti pendidikan Islam bertujuan menyiapkan anak didik agar menjadi generasi yang memiliki kepribadian dengan pola iman dan taqwa kepada Allah SWT.
Pendidikan agama hendaknya ditanamkan sejak kecil, sebab pendidikan pada masa anak-anak merupakan dasar yang menentukan untuk pendidikan selanjutnya. Oleh sebab itu pendidikan agama Islam harus ditanamkan dalam pribadi anak sejak ia lahir bahkan sejak dalam kandungan dan kemudian dilanjutkan dengan pembinaan pendidikan ini di sekolah.
Pendidikan Islam berorientasi pada pembentukan pribadi yang bermoral dan berakhlakul karimah, tidak hanya memberikan pengetahuan semata, namun juga berupa merealisasikan dalam bentuk kegiatan keagamaan di sekolah. Seperti halnya aktivitas belajar PAI yang diterapkan di SMA Unggulan Pondok Pesantren Nurul Islami. Aktivitas belajar PAI tersebut selain menambah wawasan dan pengetahuan agama, juga mendidik siswa untuk mengamalkan ajaran agamanya. Dengan demikian keberhasilan pengajaran pendidikan agama Islam di sekolah tidak lepas dari berbagai aktivitas belajar agama yang dilakukan siswa di luar sekolah.
Segala persoalan dan problema yang terjadi pada remaja, sebenarnya berkaitan dengan usia yang mereka lalui, dan tidak dapat dilepaskan dari implikasi lingkungan dimana mereka hidup. Dalam hal ini, suatu faktor penting yang memegang peranan menentukan dalam kehidupan remaja adalah agama.[2]
Remaja adalah usia yang sangat strategis untuk perkembangan ke masa depan, khususnya dalam hal pendidikan agama. Sehingga penulis berusaha mengkaji aktivitas belajar PAI yang diterapkan di SMA Unggulan Nurul Islami yang berusaha menggabungkan antara pendidikan formal dengan pendidikan non formal, yang mana dengan tujuan agar anak didik dapat menjadi taat kepada sang pencipta.
II. PERMASALAHAN
Untuk mengetahui secara mendalam tentang “Aktivitas Belajar PAI dan Ketaatan Beribadah”, maka perlu telaah lebih lanjut tentang :
1. Bagaimana aktivitas belajar PAI di SMA Unggulan Pondok Pesantren Nurul Islami Wonolopo – Mijen?
2. Bagaimana ketaatan beribadah anak didik?
3. Bagaimana pengaruh aktivitas belajar PAI terhadap ketaatan beribadah anak didik di SMA Unggulan Pondok Pesantren Nurul Islami Wonolopo Mijen?
III. PEMBAHASAN
A. Aktivitas Belajar PAI
1. Pengertian Aktivitas Belajar PAI
Kata aktivitas berasal dari bahasa Inggris “activity” yang artinya adalah kegiatan.[3] Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia aktivitas dapat diartikan sebagai kegiatan atau kesibukan.[4]
Learning is process by which an activity originates or is changed through reacting to an encountered situation, provided that characteristics of the change in activity can not be explained on the basis of native respon tendencies, maturation, or temporary states of the organism (e.g. fatigue, drugs, etc.,).[5]
Belajar adalah proses berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi yang disebabkan oleh pengalamannya secara berulang-ulang dalam situasi di mana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya : kelelahan, pengaruh obat, dan lain sebagainya).
Secara umum, belajar dapat diartikan sebagai proses transfer yang ditandai oleh adanya perubahan pengetahuan, tingkah laku dan kemampuan seseorang yang relatif tetap sebagai hasil dari latihan dan pengalaman yang terjadi melalui aktivitas mental yang bersifat aktif dan berorientasi pada tujuan.
Dari pengertian tersebut dapat diambil tiga pemahaman umum, pertama, belajar ditandai oleh adanya perubahan pengetahuan, sikap, tingkah laku dan ketrampilan yang relatif tetap dalam diri seseorang sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Kedua, belajar terjadi melalui latihan dan pengalaman yang bersifat komulatif, artinya, hasil belajar tidak diperoleh secara tiba-tiba, akan tetapi berlangsung melalui proses tahap demi tahap. Kemampuan (performance) yang telah dikuasai sebagai landasan untuk tahapan proses belajar yang lebih tinggi atau baik.
Ketiga, belajar merupakan proses aktif-konstruktif yang terjadi melalui mental proses, yaitu serangkaian proses kognitif seperti persepsi, perhatian, mengingat, memecahkan masalah, dan lain-lain.[6]
Pengertian pendidikan agama Islam sendiri adalah upaya mendidikkan agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya agar menjadi way of life (pandangan dan sikap hidup) seseorang.[7] Dalam pengertian ini dapat berwujud dengan kegiatan yang dilakukan seseorang untuk membantu seorang atau sekelompok peserta didik dalam menanamkan dan menumbuh kembangkan ajaran Islam dan nilai-nilainya untuk dijadikan sebagai pandangan hidupnya, yang diwujudkan dalam sikap hidup dan dikembangkan dalam ketrampilan hidupnya sehari-hari.
Menurut Zakiyah Daradjat pendidikan agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh serta menjadikan ajaran agama itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak.[8]
Jadi aktivitas belajar PAI adalah proses kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan perubahan tingkah laku yang dilakukan oleh seseorang (guru) untuk membantu anak didik dalam menanamkan dan menumbuhkan ajaran Islam dan nilai-nilainya untuk dijadikan sebagai pandangan hidup, yang diwujudkan dalam sikap dan dikembangkan dalam ketrampilan hidupnya sehari-hari.
2. Jenis-jenis Aktivitas Belajar
Sekolah adalah salah satu pusat kegiatan belajar. Dengan demikian, di sekolah merupakan arena untuk mengembangkan aktivitas. Dalam belajar, seseorang tidak akan dapat menghindarkan diri dari suatu situasi. Situasi akan menentukan aktivitas apa yang akan dilakukan dalam rangka belajar. Bahkan situasi itulah yang mempengaruhi dan menentukan aktivitas belajar apa yang akan dilakukan.
Beberapa aktivitas belajar dalam pembahasan ini adalah :
a. Mendengarkan
b. Memandang
c. Menulis atau mencatat
d. Membaca
e. Mengingat
f. Berfikir
g. Latihan atau praktek.[9]
Belajar yang berhasil, harus melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis. Aktivitas fisik ialah peserta didik giat, aktif dengan anggota badan. Membuat sesuatu ataupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Peserta didik yang memiliki aktivitas psikis (kejiwaan) adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau berfungsi dalam pengajaran.[10]
3. Dasar Pelaksanaan PAI
Setiap usaha atau tindakan yang sengaja dilakukan untuk mencapai suatu tujuan harus mempunyai dasar atau landasan yang kuat sebagai suatu pijakan. Adapun dasar pelaksanaan pendidikan agama Islam dapat ditinjau dari beberapa aspek:
a. Dasar Yuridis atau Hukum
Karena Indonesia adalah negara hukum maka seluruh aspek kehidupan termasuk kegiatan pendidikan agama didasarkan pada hukum (perundang-undangan) yang berlaku. Dalam hal ini ada 3 dasar operasional:
1) Dasar Idiil, yaitu dasar falsafah negara pancasila, sila pertama: ketuhanan yang Maha Esa.
2) Dasar struktural atau konstitusional, yaitu UUD 45 dalam BAB XI pasal 29 ayat 1, yang berbunyi:
a) Negara berdasarkan atas ketuhanan yang Maha Esa.
b) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan kepercayaan masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaan itu.[11]
3) Dasar Operasional, yaitu terdapat dalam Tap MPR No. IV/MPR/1973 yang kemudian dikokohkan dalam Tap MPR No. IV/MPR/1978. Ketetapan MPR No. II/MPR/1983, diperkuat oleh Tap MPR No. II/MPR/1988 dan Tap MPR No. II/MPR/1993 tentang garis-garis besar haluan negara (GBHN) yang pada pokoknya menyatakan bahwa pelaksanaan pendidikan agama secara langsung dimasukkan dalam kurikulum sekolah-sekolah formal, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.[12]
b. Dasar Normatif
Dasar normatif yang dipakai adalah Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW yang dapat dikembangkan dengan ijtihad, al maslahah al mursalah, istihsan, qiyas da sebagainya.[13] Banyak ayat Al-Qur’an dan Sunnah yang secara langsung maupun tidak langsung mewajibkan umat manusia melaksanakan pendidikan, khususnya pendidikan agama. Adapun pelaksanaan pendidikan agama Islam itu ditujukan kepada:[14]
1) Kewajiban orang tua mendidik anaknya
Hadits Nabi Saw :
عن ابى هريرة رضى الله عنه قال : قال النبي صلى الله عليه وسلم: ما من مولود الا يولد على الفطرة فابواه يهودانه او ينصرانه او يمجسانه كماتننتح البهيمة جمعاءهل وتحسنوا فيها من جديماء (متفق عليه). [15]
“Dari Ai Hurairah r. a, Nabi SAW bersabda: “tiada anak dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah (potensi iman dan Islam), maka kedua orang tuanya-lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi seperti seekor ternak yang melahirkan anaknya dengan sempurna, apakah engkau dapati kekurangan?” (Muttafaqun ‘Alaih)
2) Kewajiban bagi setiap orang Islam untuk belajar agama.
3) Kewajiban mengajarkan agama kepada orang lain
c. Dasar Psikologis
Psikologis yaitu dasar yang berhubungan dengan aspek kejiwaan kehidupan bermasyarakat. Hal ini didasarkan bahwa dalam hidupnya, manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dihadapkan pada hal-hal yang membuat hatinya tidak tenang dan tidak tentram sehingga memerlukan adanya pegangan hidup. Manusia merasakan bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya zat yang Maha Kuasa, tempat mereka berlindung dan tempat mereka memohon pertolongan. Hal ini terjadi pada masyarakat yang masih primitif maupun modern, mereka akan merasa tenang dan tentram apabila dapat mendekat dan mengabdi pada zat yang Maha kuasa.[16]
d. Dasar Historis
Pendidikan agama Islam tumbuh dan berkembang bersamaan dengan datangnya Islam. Hal ini terjadi sejak zaman Nabi Muhammad SAW yang mendakwahkan ajaran Islam kepada masyarakat sekitarnya yang dimulai dari keluarga dekat beliau. Pada tahap awal antara dakwah dan pendidikan Islam tidak bisa dipisahkan karena tugas utama Nabi adalah dakwah (menyeru) manusia agar masuk Islam. Islam harus disampaikan agar dipahami, dihayati sampai diamalkan karena dalam pendidikan Islam juga mencakup area kognitif, afektif dan psikomotorik.[17]
4. Ruang Lingkup PAI
Pendidikan agama Islam mencakup usaha untuk mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara:
a. Hubungan manusia dengan Allah SWT
b. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri
c. Hubungan manusia dengan sesama manusia
d. Hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya.[18]
Adapun ruang bahan pembelajaran pendidikan agama Islam meliputi lima unsur pokok, yaitu keimanan, Al-Qur’an, akhlak, fiqih dan tarikh.[19]
5. Karakteristik PAI
Setiap pelajaran memiliki karakteristik tertentu yang dapat membedakan dengan pelajaran lain, adapun karakteristik pelajaran pendidikan agama Islam adalah sebagai berikut:
a. Secara umum pendidikan agama Islam merupakan pelajaran yang dikembangkan dari ajaran dasar yang terdapat dalam Al-Qur’an dan al-Hadist. Untuk kepentingan pendidikan, melalui proses ijtihad, para ulama mengembangkan materi pendidikan agama Islam pada tingkat yang lebih rinci.
b. Prinsip-prinsip dasar pendidikan agama Islam tertuang dalam tiga kerangka dasar ajaran Islam, yaitu aqidah, syari’ah, dan akhlak. Akidah merupakan penjabaran dari konsep iman, syari’ah merupakan penjabaran dari konsep Islam, dan akhlak penjabaran dari konsep ikhsan. Dari ketiga prinsip dasar itulah berkembang berbagai kajian keislaman, termasuk kajian yang terkait dengan ilmu dan teknologi serta seni dan budaya.
c. Pelajaran pendidikan tidak hanya mengantarkan peserta didik untuk menguasai berbagai ajaran Islam, tetapi yang terpenting adalah bagaimana peserta didik dapat mengamalkan ajaran-ajaran itu dalam kehidupan sehari-hari. Pelajaran pendidikan agama Islam menekankan keutuhan dan keterpaduan antara ranah kognitif, psikomotorik dan afektifnya. Alat atau cara yang paling efektif untuk mencapai tujuan pendidikan adalah dengan pengajaran.[20]
d. Tujuan diberikannya pelajaran pendidikan agama Islam adalah untuk membentuk peserta didik yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, memiliki pengetahuan yang luas tentang Islam dan berakhlakul karimah. Oleh karena itu semua mata pelajaran hendaknya seiring dan sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh pelajaran pendidikan agama Islam. Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang berbunyi: “Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[21]
e. Tujuan akhir dari pelajaran pendidikan agama Islam di SMA adalah terbentuknya peserta didik yang memiliki akhlak mulia. Tujuan inilah yang merupakan misi utama diutusnya Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian pendidikan akhlak adalah jiwa dari pendidikan agama Islam. Mencapai akhlak yang karimah adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Sejalan dengan tujuan akhlak maka setiap pelajaran lain yang diajarkan harusnya mengandung muatan pendidikan akhlak dan setiap guru juga harus memperhatikan tingkah laku peserta didik.[22]
6. Fungsi PAI
Pendidikan agama Islam mempunyai fungsi sebagai Berikut:[23]
a. Pengembanan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam keluarga. Pada dasarnya dan pertama kewajiban menanamkan keimanan dan ketaqwaan dilakukan oleh setiap orang tua dalam keluarga. Sekolah berfungsi menumbuh kembangkan lebih lanjut dalam diri anak melalui bimbingan, pengajaran dan pelatihan agar keimanan dan ketaqwaan tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya.
b. Penanaman Nilai, sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
c. Penyesuaian Mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam. Penyesuaian mental yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.
d. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan ajaran dalam kehidupan sehari-hari.
e. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangan menuju manusia Indonesia seutuhnya.
f. Pengajaran, yaitu untuk menyampaikan pengetahuan keagamaan yang fungsional.
g. Penyaluran, yaitu menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus dibidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal, sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.
Dari kedua pandangan dimensi tersebut intinya adalah sama, yaitu ada lima dimensi yang harus ada pada diri seseorang yang telah beragama.
B. Ketaatan Beribadah
1. Pengertian Ketaatan Beribadah
Tha’at adalah patuh, setia, ataupun tunduk. Taat kepada Allah berarti patuh, tunduk, setia kepada Allah Ta’ala dengan memelihara syariat-Nya, melaksanakan segala perintah-Nya, meninggalkan segala larangan-Nya dan mencontoh sunnah rasul-Nya.[24]
Dalam arti sempit ibadah adalah menjalankan ajaran agama sesuai dengan agama masing-masing, sedangkan dalam arti luas ibadah berarti berbuat kebaikan terhadap sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara serta lingkungan alam.[25]
Beribadah berarti melaksanakan semua perintah Tuhan sesuai dengan kemampuan dan meninggalkan seluruh larangan-Nya dengan niat yang ikhlas. Unsur niat atau kesengajaan merupakan salah satu penentu berpahala tidaknya perbuatan dan tingkah laku sehari-hari. Tindakan keagamaan yang tidak disertai dengan niat atau tanpa kesadaran beragama bukanlah ibadah. Sebaliknya tingkah laku sosial dan pekerjaan sehari-hari, apabila disertai niat karena Allah adalah termasuk ibadah.[26]

SEJARAH PERJUANGAN ISLAM SUNAN KALIJAGA

SEJARAH PERJUANGAN ISLAM SUNAN KALIJAGA


I. Pendahuluan
Islam dalam penyebarannya ke Indonesia khususnya ke Jawa, tidak begitu saja, tetapi ini melalui jalan-jalan yang sangat sulit sekali. Para wali khususnya Sunan Kalijaga menempuh jalan memasukkan ajaran Islam kepada rakyat di tanah Jawa antara lain:
a. Ajaran agama itu diperkenalkan kepada rakyat dengan cara memasukkan sedikit-demi sedikit, agar masyarakat tidak kaget atau tidak menolak.
b. Mengawinkan ajaran-ajaran agama Islam dengan kepercayaan Hindu Budha
Disamping kedua cara tersebut di atas, sebenarnya masih banyak lagi hal-hal atau pun cara-cara yang ditempuh oleh Sunan Kalijaga.
Untuk lebih jelas mengenai cara-cara atau pun hal-hal yang ditempuh oleh Sunan Kalijaga dalam penyebaran Islam, saya akan mencoba untuk mengupasnya lebih dalam.
II. Pembahasan
A. Sejarah Kehidupan Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga lahir pada tahun 1455.[1] Beliau diberi nama Raden Mas Said atau yang bergelar “Sunan Kalijaga” yang merupakan putra dari Ki Tumenggung Wilatikta yaitu Bupati Tuban. Dan ada pula yang mengatakan bahwa nama lengkap ayah Sunan Kalijaga adalah Raden Sahur Tumenggung Wilatikta. Selain mempunyai anak Sunan Kalijaga, beliau juga mempunyai putri yang bernama Dewi Roso Wulan.
Saat Sunan Kalijaga masih kecil, beliau sudah merasakan dan melihat lingkungan sekitar yang kontradiktif dengan kehidupan rakyat jelata yang serba kekurangan, menyebabkan ia bertanya kepada ayahnya mengenai hal tersebut, yang dijawab oleh ayahnya bahwa itu adalah untuk kepentingan kerajaan Majapahit yang membutuhkan dana banyak untuk menghadapi pemberontakan. Maka secara diam-diam ia bergaul dengan rakyat jelata, menjadi pencuri untuk mengambil sebagian barang-barang di gudang dan membagikan kepada rakyat yang membutuhkan. Namun akhirnya ia ketahuan dan dihukum cambuk 200 kali ditangannya dan disekap beberapa hari oleh ayahnya, yang kemudian ia pergi tanpa pamit. Mencuri atau merampok dengan topeng ia lakukan, demi rakyat jelata. Tapi ia tertangkap lagi, yang menyebabkan ia di usir oleh ayahnya dari Kadipaten. Akhirnya ia pun pergi, tinggal di hutan Jadiwangi dan menjadi perampok orang-orang kaya dan berjuluk Brandal Lokajaya. Selain gelar tersebut sebenarnya Sunan Kalijaga juga mempunyai nama-nama lain seperti R. Abdurrahman, Syeh Malaya, Pangeran Tuban serta Jogoboyo.[2]
Pada suatu hari di dalam hutan Jadiwangi itu Sunan Bonang sedang lewat, kemudian ia dihadang dan hendak dirampok. Sunan Bonang berkata pada Sunan Kalijaga, “kelak, kalau ada orang lewat disini, memakai pakaian serba hitam, serta berselendang bunga wora-wari merah, ini sebaiknya rampoklah”. Raden Said menuruti, Sunan Bonang dibebaskan. Kira-kira tiga hari kemudian orang yang ditunggu-tunggu lewat di tempat itu. Raden Said siap menghadang orang itu. Pakaiannya serba hitam, berselendang bunga wora-wari merah. Setelah dihentikan oleh Raden Said, Sunan Bonang berubah menjadi empat. Raden Said ketakutan melihat kejadian itu dan berjanji pada Sunan Bonang untuk mengakhiri perbuatan nistanya itu. Kemudian ia bertapa dua tahun, karena beliau taat pada Sunan Bonang. Setelah bertapa Raden Said pindah ke Cirebon. Disitu beliau bertapa lagi di pinggir kali, bernama Kalijaga. Dari sinilah sejarahnya kenapa beliau bergelar “Sunan Kalijaga”. Lama kelamaan kemudian beliau diambil ipar oleh Sunan Gunung Jati.
Beliau menikah dengan dewi Sarokah dan mempunyai 5 (lima) anak, yaitu:
1. Kanjeng Ratu Pembayun yang menjadi istri Raden Trenggono (Demak)
2. Nyai Ageng Penenggak yang kemudian kawin dengan Kyai Ageng Pakar
3. Sunan Hadi (yang menjadi panembahan kali) menggantikan Sunan Kaijaga sebagai kepala Perdikan Kadilangu.
4. Raden Abdurrahman
5. Nyai Ageng Ngerang.
Dalam suatu cerita dikatakan bahwa Sunan Kalijaga pernah juga menikah dengan Dewi Sarah binti Maulana Ishak, Sunan Kalijaga mempunyai tiga orang putra, masing-masing ialah:
1. Raden Umar Said (Sunan Muria)
2. Dewi Ruqoyah
3. Dewi Sofiyah
Nama Kalijaga menurut setengah riwayat, dikatakan berasal dari rangkaian bahasa Arab “Qadli Zaka”, Qadli artinya pelaksana, penghulu: sedangkan Zaka artinya membersihkan. Jadi Qadlizaka atau yang kemudian menurut lidah dan ejaan kita sekarang berubah menjadi Kalijaga itu artinya adalah pelaksana atau pemimpin yang menegakkan kebersihan (kesucian) dan kebenaran agama Islam.
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian, ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1479), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga kerajaan panjang yang lahir pada 1541 serta awal kehadiran kerajaan Mataram di bawah pimpinan Panembahan Senopati.[5]
Pada umumnya para Walisongo namanya menjadi terkenal dengan tempat dimana wali itu dimakamkan. Tidak demikian halnya dengan Sunan Kalijaga yang makamnya berada di Kadilangu, tetapi namanya tetap terkenal dengan sebutan “Sunan Kalijaga”.[6]
B. Peran Sunan Kalijaga dalam Penyebaran Islam
Pada saat giat-giatnya para Walisongo berjuang menyiarkan agama Islam, maka Sunan Kalijaga yang termasuk di dalamnya tidak ketinggalan untuk bangkit memperjuangkan syiar dan tegaknya agama Islam, khususnya di tanah Jawa. Beliau termasuk kalangan mereka para wali yang masih muda, tetapi mempunyai kemampuan yang luar biasa, baik kecerdasan dan ilmu-ilmu yang dimiliki, maupun kondisi umur dan tenaga yang masih muda bila dibandingkan dengan yang lainnya.
Ternyata Sunan Kalijaga di dalam gerak perjuangannya tidak lepas dari penugasan khusus dan bimbingan yang diberikan oleh para sesepuh Walisongo, misalnya bimbingan yang diberikan oleh Sunan Ampel dan Sunan Bonang disamping dari pihak kesultanan Patah di daerah-daerah yang rawan tata krama, rawan tata susila dan masih kuat dipengaruhi oleh kepercayaan-kepercayaan agama Hindu dan Budha serta masih melakukan kebiasaan-kebiasaan warisan nenek moyang mereka. Karena itu Sunan Kalijaga benar-benar membanting tulang tidak hanya melakukan dakwah di suatu daerah saja, melainkan hilir mudik, keluar masuk hutan dan pegunungan, siang malam terus melakukan tugas itu. Beliau terus keliling dari daerah satu ke daerah yang lainnya, sehingga terkenal sebagai “muballigh keliling”[7] atau Da’i keliling, ulama besar, seorang wali yang memiliki karisma tersendiri diantara wali-wali yang lain, paling terkenal di berbagai lapisan masyarakat apalagi kalangan bawah. Ia di sebagian tempat juga dikenal bernama “Syeh Malaya”.
Ia dapat dikatakan sebagai ahli budaya, misalnya : pengenalan agama secara luwes tanpa menghilangkan adat-istiadat / kesenian daerah (adat lama yang ia beri warna Islami), menciptakan baju taqwa (lalu disempurnakan oleh Sultan Agung dengan Dandanggulo dan Dandanggula Semarangan, menciptakan lagu lir-ilir yang sampai saat ini masih akrab di kalangan sebagian besar orang Jawa, pencipta seni ukir bermotif daun-daunan, memerintahkan sang murid bernama Sunan Bayat untuk membuat bedug di masjid guna mengerjakan shalat berjamaah, acara ritual berupa gerebeg Maulud yang asalnya dari tabligh atau pengajian akbar yang diselenggarakan di Masjid Demak untuk memperingati Maulud Nabi, menciptakan Gong sekaten bernama asli Gang Syahadatain (dua kalimah syahadat) yang jika dipukul akan berbunyi dan bermakna bahwa “mumpung masih hidup agar berkumpul masuk agama Islam”, pencipta wayang kulit di atas kulit kambing, sebagai dalang (dari kata dalla’ yang berarti menunjukkan jalan yang benar), wayang kulit dengan beberapa cerita yang ia senangi yaitu antara lain jimat kalimasada dan dewa ruci serta petruk jadi raja dan wahyu widayat, serta sebagai ahli kata-kata seperti misalnya pengaturan istana atau kabupaten dengan alun-alun serta pohon beringin dan masjid.[8]
Diantara para wali sembilan, beliau terkenal sebagai seorang wali yang berjiwa besar, seorang pemimpin, mubaligh, pujangga dan filosofi, daerah operasinya tidak terbatas, oleh karena itu beliau adalah terhitung seorang mubaligh keliling (“reizendle mubaligh”). Jikalau beliau bertabligh, senantiasa diikuti oleh para kaum ningrat dan sarjana.
Kaum bangsawan dan cendekiawan amat simpatik kepada beliau. Karena caranya beliau menyiarkan agama Islam yang disesuaikan dengan aliran zaman Sunan Kalijaga adalah seorang wali yang kritis, banyak toleransi dan pergaulannya dan berpandangan jauh serta berperasaan dalam semasa hidupnya, Sunan Kalijaga terhitung seorang wali yang ternama serta disegani, beliau terkenal sebagai seorang pujangga yang berinisiatif mengarang cerita-cerita wayang yang disesuaikan dengan ajaran Islam dengan lain perkataan.
Dalam cerita wayang itu dimaksudkan sebanyak mungkin unsur-unsur ke-Islam-an, hal ini dilakukan karena pertimbangan bahwa masyarakat di Jawa pada waktu itu masih tebal kepercayaannya terhadap Hinduisme dan Buddhisme, atau tegasnya Syiwa Budha, atau dengan kata lain, masyarakat masih memegang teguh tradisi-tradisi atau adat istiadat lama.
Diantaranya masih suka kepada pertunjukan wayang, gemar kepada gamelan dan beberapa cabang kesenian lainnya, sebab-sebab inilah yang mendorong Sunan Kalijaga sebagai salah seorang mubaligh memeras otak, mengatur siasat, yaitu menempuh jalan mengawinkan adat istiadat lama dengan ajaran-ajaran Islam asimilasi kebudayaan, jalan dan cara mana adalah berdasarkan atas kebijaksanaan para wali sembilan dalam mengembangkan agama Islam disini.
Sedang menurut adat kebiasaan pada setiap tahun, sesudah konferensi besar para wali, di serambi masjid Demak diadakan perayaan Maulid Nabi yang diramaikan dengan rebana (bahasa Jawa : terbangan) menurut seni arab. Hal ini oleh Sunan Kalijaga hendak disempurnakan dengan pengertian disesuaikan dengan alam pikiran masyarakat Jawa. Maka gamelan yang telah dipesan itupun ditempatkan di atas pagengan yaitu sebuah tarub yang tempatnya di depan halaman Masjid Demak, dengan dihiasi beraneka macam bunga-bungaan yang indah, gapura masjid pun dihiasi pula, sehingga banyaklah rakyat yang tertarik untuk berkunjung di sana.
Kemudian dimuka gapura masjid, tampillah ke depan podium bergantian para wali memberikan wejangan-wejangan serta nasehat-nasehatnya, uraian-uraiannya diberikan dengan gaya bahasa yang menarik sehingga orang yang mendengarkan hatinya tertarik untuk masuk ke dalam masjid untuk mendekati gamelan yang sedang di tabuh, artinya dibunyikan itu dan mereka diperbolehkan masuk ke dalam masjid. Akan tetapi terlebih dahulu harus mengambil air wudlu di kolam masjid melalui pintu gapura. Upacara yang demikian ini mengandung simbolik, yang diartikan bahwa bagi barang siapa yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat kemudian masuk ke dalam masjid melalui gapura (dari bahasa Arab Ghapura), maka berarti bahwa segala dosanya sudah diampuni oleh Tuhan.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung “sufistik” berbasis salaf bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah. Ia sangat toleran pada budaya lokal, ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika di serang pendiriannya. Maka harus didekati secara bertahap; mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama akan hilang.[9]
C. Jasa-jasa Sunan Kalijaga
1. Bidang strategi perjuangan
Seperti diketahui, Walisongo di dalam menyebarkan ajaran agama Islam di tanah Jawa ini tidak begitu saja melangkah, melainkan mereka menggunakan cara-cara dan jalan (taktik dan strategi) yang diperhitungkan benar-benar, memakai pertimbangan-pertimbangan yang masak, tidak ngawur sehingga agama Islam disampaikan kepada rakyat dapat diterima dengan mudah dan penuh kesadaran, bukan karena terpaksa.
Sunan Kalijaga di dalam menyebarkan ajaran Islam benar-benar memahami dan mengetahui keadaan rakyat yang masih tebal dipengaruhi kepercayaan agama Hindu Budha dan gemar menampilkan budaya-budaya Jawa yang berbau kepercayaannya itu, maka bertindaklah beliau sesuai dengan keadaan yang demikian itu, sehingga taktik dan strategi perjuangan beliau disesuaikan pula dengan keadaan, ruang dan waktu.
Berhubung pada waktu itu sedikit para pemeluk agama Syiwa Budha yang fanatik terhadap ajaran agamanya, maka akan berbahaya sekali apabila dalam mengembangkan agama Islam selanjutnya tidak dilakukan dengan cara yang bijaksana dan melalui jalan pendekatan yang mudah ditempuh. Para wali termasuk Sunan Kalijaga mengetahui bahwa rakyat dari kerajaan Majapahit masih lekat sekali dengan kesenian dan kebudayaan mereka, misalnya gemar terhadap gamelan dan keramaian-keramaian yang bersifat keagamaan Syiwa Budha.
2. Bidang kesenian
Sunan Kalijaga ternyata mampu menciptakan kesenian dengan berbagai bentuknya. Maksud utama kesenian itu diciptakan adalah sebagai alat dalam bertabligh mengelilingi berbagai daerah, ternyata malah mempunyai nilai yang berharga bagi bangsa Indonesia.
Sungguh besar jasa Sunan Kalijaga terhadap kesenian, tidak hanya dalam lapangan seni suara saja, akan tetapi juga meliputi seni drama (wayang kulit), seni gamelan, seni lukis, seni pakaian, seni ukir, seni pahat dan juga dalam lapangan kesusastraan, banyak corak batik oleh Sunan Kalijaga (periode Demak) diberi motif “burung” di dalam beraneka macam, sebagai gambar ilustrasi, perwujudan burung itu memanglah sangat indahnya, akan tetapi lebih indah lagi dia sebagai riwayat pendidikan dan pengajaran budi pekerti, di dalam bahasa kawi, burung itu disebut “kukila” dan kata bahasa kawi ini jika dalam bahasa arab adalah dari rangkaian kata “quu” dan “qilla” atau “quuqilla” yang artinya “peliharalah ucapan (mulut) mu”.[10]
Di lain pihak Sunan Kalijaga juga menciptakan karangan cerita-cerita pewayangan yang kemudian dikumpulkan dalam kitab-kitab cerita wayang yang sampai sekarang masih ada. Cerita-cerita itu masih berbentuk cerita menurut kepercayaan Jawa dengan corak kehidupannya yang ada, tetapi sudah dimasuki unsur-unsur ajaran Islam sebanyak mungkin.
Cara itu dilakukan oleh Sunan Kalijaga karena adanya pertimbangan, bahwa rakyat pada saat itu masih tebal kepercayaan Hindu dan Budhanya.
3. Bidang lain-lain
Selain jasa-jasa beliau di atas tadi, masih ada jasanya yang lain seperti pendirian Masjid Agung Demak, Sunan Kalijaga tidak ketinggalan ikut serta membangun masjid bersejarah itu. Malah ada hasil karya beliau yang sangat terkenal sampai sekarang, yaitu “Soko Total” artinya tiang pokok dalam masjid Agung Demak yang terbuat dari potongan-potongan kayu jati, lalu disatukan dalam bentuk tiang buat berdiameter kurang lebih 70 cm. ini yang membuat adalah Sunan Kalijaga.[11]
D. Peninggalan-peninggalan Sunan Kalijaga
1. Masjid Sunan Kalijaga
Di Cirebon tepatnya di desa Kalijaga telah terdapat sebuah masjid kuno, letaknya bersebelahan dengan petilasan pertapaan Sunan Kalijaga. Masjid ini oleh masyarakat Cirebon khususnya dikenal dengan nama Masjid Sunan Kalijaga.
Masjid ini tampak kelihatan angker dari luar, mungkin karena letaknya yang berada di tengah-tengah hutan yang penuh dengan ratusan binatang “kera”. Di sekeliling masjid tersebut hanya ada penduduk yang jumlahnya sedikit, jurang lebih terdiri dari sembilan rumah. Masjid ini tampak kurang berfungsi, baik untuk berjamaah shalat lima waktu maupun sebagai tempat atau pusat kegiatan penyiaran agama Islam.
2. Masjid Kadilangu
Sewaktu Sunan Kalijaga masih hidup, masjid Kadilangu itu masih berupa surau kecil. Setelah Sunan Kalijaga wafat dan digantikan oleh putranya yang bernama Sunan Hadi (putra ketiga) surau tersebut disempurnakan bangunannya sehingga berupa masjid seperti yang kita lihat sekarang ini.
Disebutkan di sebuah prasasti yang terdapat di pintu masjid sebelah dalam yang berbunyi “menika tiki mongso ngadekipun asjid ngadilangu hing dino ahad wage tanggal 16 sasi dzulhijjah tahun tarikh jawi 1456”, (ini waktunya berdiri masjid Kadilangu pada hari ahad wage tanggal 16 bulan dzulhijjah tahun tarikh Jawa 1456). Tulisan aslinya bertulisan huruf Arab. Menurut tutur rakyat Kadilangu masjid itu beberapa kali mengalami perbaikan di sana sini, sehingga banyak bagian bangunannya yang sudah tidak asli, terutama bagian luarnya.
3. Keris Kyai Clubuk
4. Keris Kyai Syir’an
5. Kotang Ontokusumo
Menurut beberapa cerita rakyat menyatakan bahwa dahulu waktu para Walisongo sudah selesai menunaikan shalat subuh di masjid Agung Demak, tiba-tiba terlihatlah ada sebuah bungkusan yang terletak di depan mikhrab. Maka oleh Sunan Bonang diminta supaya Sunan Kalijaga mengambil dan memeriksanya. Ternyata bungkusan tersebut berisi “baju” (kutang), dan secarik kertas yang menerangkan baju itu adalah anugerah dari Nabi Muhammad Saw, dan menerangkan supaya kulit kambing yang terdapat juga dalam bungkusan itu dibuat baju juga. Menurut cerita kedua baju itu sampai sekarang masih terawat baik, yang pertama “baju ontokusumo” yang disimpan di musium kraton Solo dan “baju kyai Gondil” ada dalam makam Sunan Kalijaga di Kadilangu.
powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme