Sabtu, 16 April 2011

Kami Ingin Memiliki Anak yang Saleh

Kami Ingin Memiliki Anak yang Saleh

 safiah-mujtahidah.jpg
Dalam berbagai sistem pendidikan -baik formal maupun informal- pemenuhan kebutuhan materi dan non materi manusia haruslah dipenuhi secara seimbang. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam ketiga hadis di atas. Nama baik yang diberikan orang tua akan berpengaruh pada kepribadian anak. Membaca al-Qur’an dan menulis mengisyaratkann pada perkembangan intelektual anak. Berenang dan memanah mengisyaratkan akan perkembangan jasmani anak. Mencintai Nabi dan keluarganya, membaca al-Quran mengiyaratkan pada perkembangan religius dan sepiritual anak.

——————————————————
Kami Ingin Memiliki Anak yang Saleh
Apakah Tujuan Pendidikan Anak dalam Islam? 
Jawab: Rasul Saww bersabda:
-“Di antara hak-hak anak atas orang tuanya ialah; memberi nama baik, mengajarkan menulis  dan menikahkannya ketika dewasa”. (Makarimal akhlak, dinukil dari Muntakhab Mizan al-Hikmah, hal 614)
-“Ajarkanlah pada anak kalian; mencintai Nabi, mencintai keluarga (Ahly Bayt)Nabi, dan membaca Al-Qur’an”.(Kanzul Umal, dinukil dari Muntakhab Mizan al-Hikmah, hal 614)
- “Ajarilah anak kalian; berenang dan memanah”.(Wasa’il Asy-Syi’ah, dinukil dari Muntakhab Mizan al-Hikmah, hal 614)

Manusia merupakan wujud dua dimensi, dimensi jasmani dan ruhani. Kedua dimensi tersebut sama-sama memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi. Jika pemenuhan kebutuhan itu hanya dilakukan sebagian saja, atau tidak sama sekali, akan terjadi kepincangan. Karena sebagaimana jasmani memerlukan makanan, ruhani pun seperti itu.

Kita dapat lihat pada masa sekarang ini -terkhusus pada dunia Barat ataupun pada masyarakat kita sendiri- manusia hanya dianggap sebagai robot hidup. Manusia hanya dianggap memiliki tubuh materi, semuanya hanya cenderung ke arah kehidupan materialistis. Krisis spiritual, kehampaan, dan kehilangan jati diri adalah merupakan efek dari kehidupan materialistis.

Oleh karena itu, jelaslah bahwa dalam berbagai sistem pendidikan -baik formal maupun informal- pemenuhan kebutuhan materi dan non materi manusia haruslah dipenuhi secara seimbang. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam ketiga hadis di atas. Nama baik yang diberikan orang tua akan berpengaruh pada kepribadian anak. Membaca al-Qur’an dan menulis mengisyaratkann pada perkembangan intelektual anak. Berenang dan memanah mengisyaratkan akan perkembangan jasmani anak. Mencintai Nabi dan keluarganya, membaca al-Quran mengiyaratkan pada perkembangan religius dan sepiritual anak.

Namun sayangnya, fenomena yang sering kita saksikan adalah pembatasan arti pendidikan pada pendidikan formal saja, sehingga manusia dianggap terpelajar jika dia telah belajar secara formal. Manusia dianggap sukses bila telah meraih ijazah formalitas dan jarang sekali orang yang meraih pencerahan religiulitas dan spiritualitas disebut sebagai orang sukses.

Mungkin inilah tanda akhir zaman seperti yang telah dijelaskan oleh Rasulullah. Dalam hadis disebutkan pada suatu hari Rasulullah menatap anak-anak yang sedang bermain, lantas beliau bersabda: “Celakalah para orang tua akhir zaman! Seorang bertanya: “Wahai Rasulullah apakah mereka menyekutukan Allah swt? Rasulullah menjawab: “Tidak, mereka beriman. Akan tetapi mereka tidak mengajarkan agama. Dan jika anak-anak mereka menginginkan untuk mempelajarinya, para orang tua mengahalanginya. Mereka hanya merasa senang, jika anak mereka berhasil dari sisi harta keindahan dunia saja. Aku berlepas tangan dari mereka, dan mereka… ”.(Dinukil dari buku; diwist doston-e kutoh, hal 48)

Oleh karena itu tujuan pendidikan dalam Islam adalah untuk mencetak generasi yang sehat jasmani maupun ruhani. Sebagaimana yang telah disinggung oleh ketiga hadis di atas. Adalah tugas orang tua untuk mendidik anak sebaik mungkin agar kelak si anak tidak tumbuh menjadi seorang berintelektual tinggi, namun berakhlak seperti anak kecil yang tidak tahu mana yang benar, mana yang salah.

Manusia yang tidak seimbang inilah yang melakukan korupsi dan penipuan di sana-sini. Bila kita perhatikan, mulai dari koruptor kelas kakap sampai kelas teri di
Indonesia kebanyakan adalah orang-orang yang sehat jasmani dan berpendidikan tinggi. Namun, karena sisi moralitas, spiritualitas, dan religiulitas mereka tidak berkembang dengan baik, manusia-manusia seperti itu bisa disebut sebagai manusia yang cacat. [Euis .D]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme